Posted by : Baruna
Rabu, 20 November 2013
Anda pasti pernah mendengar kata kimono?
Tidak sedikit orang asing di luar Jepang yang menyangka bahwa semua
baju tradisional Jepang yang memiliki kerah khas Jepang yang dipakai
dengan cara menumpukkan bagian depan baju ke arah samping serta
melilitkan pita (obi) di pinggang sebagai kimono.
Kimono
(bahasa Jepang: 着物 secara harafiah: "sesuatu yang dikenakan seseorang,"
atau "pakaian") adalah pakaian nasional Jepang. Bagi orang Jepang,
kimono lebih dikenal dengan sebutan Wafuku (bahasa Jepang: 和服 secara
harafiah: "pakaian Jepang") atau Gofuku (bahasa Jepang: 呉服 secara
harafiah: "pakaian dari zaman Go di Tiongkok") untuk membedakannya
dengan pakaian barat (Yofuku). Kimono terdiri dari beberapa jenis
dengan warna, model, serta panjang lengan berbeda . Pemakaian kimono
memiliki aturan khusus yang disesuaikan dengan kesempatan, usia, status
keluarga, maupun tingkat formalitas acara yang dihadiri.
Nah, ini nih macam2 Kimono :
Uchikake (打掛) adalah kimono formal yang berwarna berwarna putih atau merah terang yang dipakai oleh sang pengantin di hari pernikahannya.
Kurotomesode (黒留袖) adalah kimono formal berwarna hitam yang dipakai oleh para orangtua di hari pernikahan anaknya.
Furisode (振袖) adalah kimono yang dipakai oleh wanita yang belum menikah di acara-acara formal dan Seijin shiki (成人式), upacara tradisional untuk merayakan sang remaja perempuan yang beranjak dewasa.
Irotomesode (色留袖) adalah kimono semiformal yang dipakai oleh wanita yang telah menikah untuk menghadiri upacara pernikahan keluarganya.
Homongi (訪問着), Tsukesage (付け下げ) dan Edo Komon (江戸小紋) adalah kimono-kimono semiformal yang boleh dipakai oleh wanita yang telah menikah maupun yang belum menikah untuk menghadiri acara-acara formal dan semiformal.
Maiko Hikizuri (舞妓の引きずり) atau Susohiki (すそ引き) adalah kimono-kimono yang dipakai khusus oleh para geisha dan maiko.
Iromuji (色無地) adalah kimono yang dipakai untuk upacara minum teh.
Dan yang terakhir adalah Yukata (浴衣).
Uchikake (打掛) adalah kimono formal yang berwarna berwarna putih atau merah terang yang dipakai oleh sang pengantin di hari pernikahannya.
Kurotomesode (黒留袖) adalah kimono formal berwarna hitam yang dipakai oleh para orangtua di hari pernikahan anaknya.
Furisode (振袖) adalah kimono yang dipakai oleh wanita yang belum menikah di acara-acara formal dan Seijin shiki (成人式), upacara tradisional untuk merayakan sang remaja perempuan yang beranjak dewasa.
Irotomesode (色留袖) adalah kimono semiformal yang dipakai oleh wanita yang telah menikah untuk menghadiri upacara pernikahan keluarganya.
Homongi (訪問着), Tsukesage (付け下げ) dan Edo Komon (江戸小紋) adalah kimono-kimono semiformal yang boleh dipakai oleh wanita yang telah menikah maupun yang belum menikah untuk menghadiri acara-acara formal dan semiformal.
Maiko Hikizuri (舞妓の引きずり) atau Susohiki (すそ引き) adalah kimono-kimono yang dipakai khusus oleh para geisha dan maiko.
Iromuji (色無地) adalah kimono yang dipakai untuk upacara minum teh.
Dan yang terakhir adalah Yukata (浴衣).
Sejarah Kimono pada Zaman Edo Periode Awal
Sebagai pakaian yang merupakan simbol budaya orang kota yang mengikuti tren, Kosode menjadi semakin populer di kalangan masyarakat.
Zaman Edo adalah zaman keemasan panggung-panggung sandiwara seperti Kabuki. Penemuan cara penggandaan lukisan berwarna-warni yang disebut Nishikie atau Ukiyoe mendorong semakin banyaknya orang yang bisa melihat gambar-gambar pemeran Kabuki dengan pakaian kimono yang gemerlap. Pakaian orang kota cenderung menjadi semakin mewah untuk meniru pakaian yang dikenakan pemain Kabuki.
Untuk mengatasi kecenderungan orang kota yang berpakaian semakin bagus dan menjauhi norma-norma Konfusianisme, pemerintah Bakufu secara bertahap memaksakan Kenyakurei, yakni norma kehidupan sederhana yang pantas. Pemaksaan ini gagal karena keinginan rakyat untuk berpakaian bagus tidak bisa dibendung. Tradisi upacara minum teh (Chanoyu) yang telah berurat berakar juga menjadi sebab kegagalan Kenyakurei. Upacara minum teh yang dihadiri dengan memakai kimono yang sedapat mungkin harus tampak sederhana ternyata sebetulnya berharga mahal.
Pada masa ini mulai dikenal tali pinggang yang disebut Kumihimo dan gaya mengikat Obi di punggung yang bertahan hingga zaman sekarang.
sumber : http://www.ayukartikawati.blogspot.com/2011/06/apa-itu-kimono-apa-itu-yukata.html
Sebagai pakaian yang merupakan simbol budaya orang kota yang mengikuti tren, Kosode menjadi semakin populer di kalangan masyarakat.
Zaman Edo adalah zaman keemasan panggung-panggung sandiwara seperti Kabuki. Penemuan cara penggandaan lukisan berwarna-warni yang disebut Nishikie atau Ukiyoe mendorong semakin banyaknya orang yang bisa melihat gambar-gambar pemeran Kabuki dengan pakaian kimono yang gemerlap. Pakaian orang kota cenderung menjadi semakin mewah untuk meniru pakaian yang dikenakan pemain Kabuki.
Untuk mengatasi kecenderungan orang kota yang berpakaian semakin bagus dan menjauhi norma-norma Konfusianisme, pemerintah Bakufu secara bertahap memaksakan Kenyakurei, yakni norma kehidupan sederhana yang pantas. Pemaksaan ini gagal karena keinginan rakyat untuk berpakaian bagus tidak bisa dibendung. Tradisi upacara minum teh (Chanoyu) yang telah berurat berakar juga menjadi sebab kegagalan Kenyakurei. Upacara minum teh yang dihadiri dengan memakai kimono yang sedapat mungkin harus tampak sederhana ternyata sebetulnya berharga mahal.
Pada masa ini mulai dikenal tali pinggang yang disebut Kumihimo dan gaya mengikat Obi di punggung yang bertahan hingga zaman sekarang.
sumber : http://www.ayukartikawati.blogspot.com/2011/06/apa-itu-kimono-apa-itu-yukata.html